Welcome

Assalamu'alaikum, selamat datang di Blog saya, semoga artikelnya jadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal jariyah untuk penulis, aamiin. Terimakasih atas kunjungannya

Isolasi Fitosterol dari Kedawung

 Ilmu Farmasi : Laporan Praktikum, makalah, Isolasi Fitosterol dari Kedawung

I.                   Pendahuluan
Kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr., atau  Parkia biglobosa atau  Parkia roxburgii G.Don.) merupakan tumbuhan yang masih tergolong dalam keluarga polongpolongan atau Leguminosae. Tumbuhan ini tersebar secara luas di kawasan Afrika seperti Senegal dan Gambia. Kulit batang, daun, bunga dan polong dari tumbuhan ini banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional maupun bahan makanan. Kulit ari dan pulp dari polong di beberapa negara Afrika banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok (Houe’rou, 2005). Di Kandiga, Ghana tumbuhan ini memiliki posisi yang sangat penting sebagai salah satu sumber  makanan dan bahan obat tradisional. Salah satu bentuk makanan yang populer adalah “dawa-dawa” yaitu hasil fermentasi dari biji kedawung (Shao, 2002). Mertz  et al., (2001) melaporkan bahwa di Burkina
Faso 78-85% kebutuhan konsumsi sayuran dipenuhi oleh dawa-dawa. Bahan makanan lain yang berasal dari tumbuhan kedawung dan berperan penting bagi masyarakat di Ghana adalah yang mereka kenal sebagai “dobulong” yaitu lapisan  berwarna kuning yang menyelimuti biji. Dobulong ini kaya dengan kandungan vitamin C dan karbohidrat (Shao, 2002).
Di Afrika, tumbuhan ini secara tradisional digunakan dalam beberapa macam pengobatan seperti diarhea, sakit gigi, infeksi, luka, luka bakar, rheumatik, bronchitis dan darah tinggi. Asuzu dan Harvey (2003), menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air dari kulit batang  P. biglobosa mampu menetralisir bisa ular N. nigricollis. Aiyelaagbe et al. (1996), menunjukkan bahwa biji dari  Parkia biglobosa dan  Parkia bicolor kaya dengan kandungan asam lemak. Lebih dari empat puluh persen kandungan asam lemak adalah berupa asam arahidat, dan asam lemak lainnya antara lain adalah asam stearat, linoleat dan palmitat.
Di Indonesia, tumbuhan yang dikenal sebagai salah satu raksasa hutan ini tumbuh secara tidak berkelompok di seluruh Pulau Jawa pada daerah dengan ketinggian dibawah 500 m di atas permukaan laut (Heyne, 1987). Secara tradisional tumbuhan ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat berbagai penyakit. Biji kedawung tua sering digunakan untuk mengobati penyakit kolik dan juga sebagai bahan campuran obat kolera. Seduhan tepung biji yang dicampur dengan daun sembung biasa diminum untuk pengobatan penyakit kejang pada waktu haid, dan sebagai obat penguat lambung (Heyne, 1987). Biji kedawung juga banyak digunakan sebagai salah satu bahan campuran dari jamu, khususnya jamu gendong. Dari berbagai jenis jamu gendong yang ada, lima diantaranya yakni beras kencur, cabe puyang, pahitan, kudu laos dan uyup-uyup selalu menggunakan kedawung sebagai salah satu campurannya (Suharmiati dan Handayani, 1998). 
Pada awalnya, senyawa sterol diketahui sebagai subtansi dari binatang baik sebagai hormon sex, asam empedu atau lainnya. Baru belakangan senyawa-senyawa ini terdeteksi pada jaringan tanaman. Tiga macam senyawa yang biasa disebut sebagai ”fitosterol” yaitu sitosterol (lebih dikenal sebagai beta-sitosterol), stigmasterol dan campesterol terbukti bisa ditemukan pada beberapa jenis tanaman tinggi. Beberapa jenis senyawa sterol tertentu seperti ergosterol, dapat ditemukan pada tanaman tingkat rendah seperti khamir dan jamur (Harborne, 1998).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa fitosterol mampu mengurangi kadar kolesterol total dan LDL kolesterol di dalam darah (National Nutritional FoodsAssociation, 2001). Kehadiran beta-sitosterol di dalam hati akan mempercepat rusaknya enzim spesifik yang dibutuhkan hati untuk memproduksi kolesterol, atau secara tidak langsung menghambat pembentukan kolesterol di hati. Beta-sitosterol memiliki struktur kimia yang hampir sama dengan kolesterol sehingga bisa menghambat absorpsi kolesterol oleh darah. Kolesterol yang tidak terabsorpsi oleh darah tersebut kemudian akan terekskresikan keluar tubuh (anonim1, 2011). Mengingat peranan penting senyawa-senyawa fitosterol khususnya beta-sitosterol, maka dalam kajian kandungan senyawa kimia dari kedawung ini difokuskan pada kandungan fitosterolnya.



II.                   Tinjauan Pustaka
1.             Tanaman Kedawung
Nama Ilmiah                   : Parkia roxburghii G. Don.
Nama Daerah
Sunda              : Peundeuy
Jawa                : Kedawung
Sumatra           : Kedawung (Melayu)
Botani
Sinonim           : Parkia biglobosa Auct. non Bth.
Klasifikasi
Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Bangsa            : Resales
Suku                : Mimosaceae
Marga             : Parkia
Jenis                : Parkia roxburghii G. Don.
      

Kedawung


Ciri-ciri
Habitus: Pohon, tinggi 20-40 m.
Batang: Berkayu, tegak, perrnukaan licnopodial, diameter batang ± coklat setelah tua putih kotor.
Daun: Majemuk, tangkai daun berkelenjar, pada cabang pertama terdapat 15-42 pasang anak daun, cabang kedua sampai 80 pasang, anak daun panjang 4-10 mm, lebar 1-2 mm, pangkal membulat, ujung meruncing, permukaan atas mengkilap hijau.
Bunga: Majemuk, bentuk malai, bunga jantan, dengan benang sari sepuluh, terletak dekat tangkai, bunga lainnya berkelamin dua dengan 10 benang sari dan satu putik, kuning.
Buah: Polong, panjang 20-36 cm, lebar 3-4,5 cm, terdapat 15-21 biji, hitam.
Biji: Bulat telur, pipih, panjang 1-2 cm, lebar ± 1,5 cm, keras, tebal 1,5-2 mm, bagian tengah berbintik-bintik, bagian tepi halus, coklat tua sampai hitam.
Akar: Tunggang, coklat. (anonim2.2010)
Kandungan Kimia
Daun, biji dan kulit batang kedawung mengandung saponin dan flavonoida, di samping itu daun dan kutit batang juga mengandung tanin. (anonim2.2010)
Khasiat
Biji kedawung berkhasiat sebagai obat perut kembung, obat kolera dan obat radang usus, sedang daunnya berkhasiat sebagai obat batuk dan obat mulas. Untuk obat perut kembung dipakai ± 5 gram biji kedawung, disangrai dan dikupas kulitnya kemudian ditumbuk, diseduh dengan 1/2 gelas air matang panas. Hasil seduhan diminum sekaligus. (Anonim2.2010)



2.             Senyawa : Fitosterol
Fitosterol juga dikenal sebagai sterol tumbuhan (bahasa Inggris: phytosterol) adalah kelompok steroid alkohol, fitokimia yang ada secara alami di dalam tumbuhan dan tidak ditemukan pada mamalia. Sesudah dipurifikasi, fitosterol tampak sebagai bubuk putih dengan bau lembut yang khas. Senyawa ini tidak larut di dalam air tetapi larut di dalam alkohol.
Fitosterol merupakan steroida (sterol) yang terdapat di dalam tanaman dan mempunyai struktur yang mirip dengan kolesterol, tetapi fitosterol mengandung gugus etil pada rantai cabangnya. Pada tanaman terdapat lebih dari 40 senyawa sterol yang didominasi oleh tiga bentuk utama dari fitosterol, yaitu beta-sitosterol, campesterol, dan stigmasterol. Fitosterol steroida (sterol) yang terdapat di dalam tanaman dan mempunyai struktur yang mirip dengan kolesterol tetapi, fitosterol mengandung gugus etil (-CH2-CH3) pada rantai cabang (Rasi, 2009).
Lebih dari 250 jenis fitosterol ditemukan dari berbagai spesies tanaman, antara lain dari golongan 4-desmetil sterol, contoh: kampesterol, stigmasterol (dari minyak kedelai) dan b-sitosterol, yang terdapat pada serum lemak pada tumbuhan dan berguna bagi sintesis steroid. Pada alga coklat (bahasa Latin: phaeophyceae) ditemukan fukosterol dan kolesterol. Dari yeast dan ergot ditemukan senyawa C-28 ergosterol yang disebut juga mikosterol, berfungsi sebagai precursor bagi vitamin D2 (kalsiferol). Fitosterol merupakan triterpena yang penting demi menjaga struktur membran tumbuhan, dan dalam bentuk senyawa organik bebas, fitosterol digunakan untuk menjaga keseimbangan membran fosfolipid dari sel tumbuhan, seperti kolesterol pada membran sel hewan.
β-sitosterol

Rata-rata kebutuhan fitosterol per hari untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat adalah 150-400 mg fitosterol dengan rata-rata kadar fitosterol di dalam darah berkisar 0,3-1,7 mg/dl (Amelia, 2002). Jumlah tersebut diduga secara efektif dapat menurunkan penyerapan kolesterol yang berasal dari makanan. Beberapa ahli gizi menyarankan konsumsi fitosterol sebanyak minimal 1 gram per hari (Rasi, 2009).

Fungsi fitosterol
·         Menurunkan kadar kolesterol di dalam darah dan mencegah penyakit jantung, sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia.
·         Meningkatkan ekskresi kolesterol, sehingga dapat menurunkan penyerapan kolesterol total. Fitosterol juga dapat memperbaiki regulasi kolesterol darah pada tingkat normal. Mekanisme perlindungan jantung oleh fitosterol telah dimulai dari usus (rasi,2009)



III.                   Prosedur Isolasi
1.             Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan sistem refluk dimana pelarut n-heksan digunakan sebagai pengekstraksi. (adjie.2009)

2.             Identifikasi senyawa sterol
Identifikasi awal untuk mengetahui adanya senyawa steroid di dalam ekstrak yang diperoleh dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis. Pereaksi warna yang digunakan adalah serium sulfat, dan reagen Lieberman-Burchard (Goad dan Toshihiro, 1997). KLT dilakukan dengan menggunakan lempeng silikagel GF254 dan fase gerak n-heksan-etil asetat (4:1). Sebagai standar digunakan beta-sitosterol (mengandung 35% kampesterol).
Identifikasi awal untuk mengetahui kandungan fitosterol pada bagian-bagian tanaman kedawung dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis dimana dua pereaksi pembentuk warna yaitu Cerium Sulfat dan reagen Lieberman-Burchard digunakan sebagai penampak noda. Metode kromatografi lapis tipis ini dilakukan pada tiga tahap proses yaitu pada hasil refluks setiap tiga jam, pada ekstrak sebelum kromatografi kolom, dan ekstrak setelah kromatografi kolom. Setiap bagian tanaman yang memberikan warna positif, yaitu dimana pereaksi warna cerium sulfat menghasilkan warna merah, sedangkan reagen LiebermanBurchard menghasilkan warna hijau. (adjie.2009)

3.             Isolasi
Pemurnian ekstrak fitosterol.
Pemurnian fitosterol dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam silikagel 60 (70-230 mesh) dan eluen n-heksanaetilasetat (4:1). Silikagel yang digunakan + 25-50 kali berat ekstrak sampel. Sebelum dimasukan ke dalam kolom, ekstrak sampel ditambahkan celite 345 diaduk sampai homogen. Tiap fraksi ditampung sebanyak 5 ml. Semua fraksi yang mengandung senyawa dengan Rf berdekatan dengan standar dikumpulkan dan dipekatkan. (adjie.2009)

Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Ekstrak hasil dari kromatografi kolom ditimbang dengan seksama lalu dilarutkan dalam kloroform sebanyak 5 mL, disaring menggunakan saringan membran porositas 0,25 μm dimasukan ke dalam vial dan dilakukan sonikasi selama 15 menit, kemudian di injek sebanyak 20 μL ke dalam alat KCKT. (adjie.2009)

Uji kesesuaian sistem.
Pengujian kesesuaian sistem dilakukan untuk mengetahui apakah alat, metode dan sistem kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan dapat memberikan hasil yang baik dalam proses analisis. Uji kesesuaian sistem dilakukan dengan perhitungan menggunakan data kromatogram dari hasil lima kali pengulangan injeksi 20 μL standar dengan konsetrasi yang sama ke dalam alat KCKT. Nilai batas maksimum simpangan baku relatif menurut Farmakofe Indonesia edisi IV adalah 2,0%. Uji kesesuaian sistem dapat dihitung dengan menggunakan rumus validasi. (adjie.2009)



IV.                   Daftar Pustaka

Houe’rou, L. 2005. Parkia biglobosa (Jacq.)R.Br.ex G. Don. www.fao.org
Shao, M., 2002,  Parkia biglobosa:  Changes in Resource Allocation in Kandiga, Ghana. [Thesis]. Michigan: Michigan Technological University.
Mertz, O., A.M. lykke, and A. Reenberg. 2001. Importance and seasonality of vegetable consumption and marketing in Burkina Faso.  Economic Botany 55 (2): 276-289.
Asuzu, I.U. dan A.L. Harvey, 2003, The antisnake venom activities of Parkia biglobosa (Mimosaceae) stem bark extract. Toxicon 42 (7): 763-768.
Aiyelaagbe, O.O., E.O. Ajaiyeoba and O. Ekundayo. 1996. Studies on the seed oils of Parkia biglobosa and Parkia bicolor. Plants Foods Human Nutrition 49 (3): 229-233.
Heyne, K. 1987.  Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Departeman Kehutanan. 
Suharmiati dan L. Handayani. 1998.  Bahan Baku, Khasiat dan Cara Pengolahan Jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya Surabaya, 1998. www.tempo.co.id/medika.
Harborne, J.B. 1998, Phytochemical Methods. 3rd ed. London:Chapman & Hall.
National Nutritional Foods Association. 2001.  Plants Sterol and Stanols,www.nnfa.org/services/science.
Anonim1. 2011. Roex Beta-sitosterol for Men and Women, www.roex.com/newsletter

Rasi. 2009. Fitosterol. Diakses dari http://pangansehati.wordpress.com/2009/10/30/fitosterol/

[Mahasiswa Farmasi Unisba]

No comments: